Sabtu, 05 Juni 2010

kuliah tanggal 1 juni 2010

Kuliah tanggal 1 juni 2010

Pertemuan terakhir

Hermeneutika

Menyatukan pola penalaran

Analisis

  • pemecahan kesatuan menjadi bagian-bagaian
  • deduktif
  • Gerakan sentrifugal (outwards moving)

Sintesis

  • penggabugnan bagian-bagian menjadi satu kesatuan.
  • Induktif
  • Gerakan sentripetal (inward moving)

Pendapat roger geary

Ada unsure yang terkait sifat subjektif mengethaui,maksud,dll.

Crime: actus reus + mens rea + absence of a valid defece

Actor reus: secara objektif perilaku iti sudah diatur sebagai tindakan penyimpangan secara hukum maupun moral.

Absence of valid befence = tak ada alasan pembenar dan pemaaf

Actus reus + absence of valid defence ini merupakan kajian sosiologi


Paul Ricoeur (27 February 1913 di Valence, Drôme - 20 Mei 2005 di Châtenay Malabry , Perancis) adalah seorang Perancis filsuf terkenal karena menggabungkan fenomenologi deskripsi dengan hermeneutika penafsiran. As such, he is connected to two other major hermeneutic phenomenologists, Martin Heidegger and Hans-Georg Gadamer . Dengan demikian, dia terhubung ke dua utama hermeneutika fenomenologis lainnya, Martin Heidegger dan Hans-Georg Gadamer.


pendapat paul ricoeur

Dapat menjadi bahan renungan terkenal dengan filsud ketegangan (tensive philosophy)

Paul ricoeur ini berkaitan denga hermeunetik yaitu cara membaca teks tidak boleh melebihi konteks.




sumber : wikipedia.com

dipost dan dibuat oleh siti hardiyanti (205080184)

Jumat, 28 Mei 2010

hermeneutika dan masa depan ilmu hukum

Hermeneutika dan masa depan ilmu hukum

Hermeneutika (dari bahasa Yunani Ερμηνεύω hermēneuō: menafsirkan) adalah aliran filsafat yang bisa didefinisikan sebagai teori interpretasi dan penafsiran sebuah naskah melalui percobaan. Biasa dipakai untuk menafsirkan Alkitab, terutama dalam studi kritik mengenai Alkitab.Kata hermeneutika tersebut berhubungan dengan dewa Hermes, dewa dalam mitos orang Yunani, yang bertugas menyampaikan berita dari para dewa kepada manusia. Dewa ini juga dewa ilmiah, penemuan, kefasihan bicara, seni tulis dan kesenian. Dengan demikian kegiatan menafsir adalah kegiatan yang biasa kita lakukan di dalam hidup kita sehari-hari. Terlebih lagi ketika kita membaca Alkitab, kita pun harus menafsirkannya. Ada beberapa metode menafsir Alkitab antara lain kritik bentuk dan kritik tradisi. Definisi hermeneutika masihlah terus berkembang. Menurut Richard E. Palmer, definisi hermeneutika setidaknya dapat dibagi menjadi enam. Sejak awal, hermeneutika telah sering didefinisikan sebagai ilmu tentang penafsiran (science of interpretation).Akan tetapi, secara luas, hermeneutika juga sering didefinisikan sebagai, pertama, teori penafsiran Kitab Suci (theory of biblical exegesis). Kedua, hermeneutika sebagai metodologi filologi umum (general philological methodology). Ketiga, hermeneutika sebagai ilmu tentang semua pemahaman bahasa (science of all linguistic understanding). Empat, hermeneutika sebagai landasan metodologis dari ilmu-ilmu kemanusiaan (methodological foundation of Geisteswissenschaften). Lima, hermeneutika sebagai pemahaman eksistensial dan fenomenologi eksistensi (phenomenology of existence dan of existential understanding). Dan enam, hermeneutika sebagai sistem penafsiran (system of interpretation). Hermeneutika sebagai sistem penafsiran dapat diterapkan, baik secara kolektif maupun secara personal, untuk memahami makna yang terkandung dalam mitos-mitos ataupun simbol-simbol. Keenam definisi tersebut bukan hanya merupakan urutan fase sejarah, melainkan pendekatan yang sangat penting didalam problem penafsiran suatu teks. Keenam definisi tersebut, masing-masing, mewakili berbagai dimensi yang sering disoroti dalam hermeneutika. Setiap definisi membawa nuansa yang berbeda, namun dapat dipertanggungjawabkan, dari tindakan manusia menafsirkan, terutama penafsiran teks. Tulisan ini mau memberikan kerangka menyeluruh tentang keenam definisi tersebut, yang lebih banyak berfungsi sebagai pengantar pada arti sesungguhnya dari hermeneutika.

Sumber hukum berkaitan dengan fakta hukum
Sumber hukum ternyata


Menurut Paul scholten(alih hukum belanda)
Mengatakan:
“het rech is er,doch he moet worden gevonder”
Hukum itu ada,tapi masih harus ditemukan.
Tidak selamanya jelas,sumber hukum sama dengan fakta hukum karena:
-ada kata yang bermakna ganda
-ada perbedaan konteks antara saat aturan itu dibuat dan kondisi sekarang
-ada perbedaan pengertian antara satu aturan dengan aturan lainnya.

Beberapa tokoh hermeneutika





Friedrich Schleiermacher (1768-1834)

Schleiermacher dilahirkan di Breslau di Silesia, sebagai anak seorang pendeta tentara dari Gereja Reformasi di Prusia. Ia belajar di sebuah sekolah Moravia di Niesky di Lusatia Hulu, dan di Barby dekat Halle. Namun demikian, teologi Moravia yang pietis tidak berhasil memuaskan keragu-raguannya yang kian meningkat, dan dengan berat hati ayahnya memberikan kepadanya izin untuk masuk ke Universitas Halle, yang telah meninggalkan pietisme dan mengambil semangat rasionalis dari Friedrich August Wolf dan Johann Salomo Semler. Sebagai seorang mahasiswa teologi Schleiermacher mengambil kuliah mandiri dalam membaca dan mengabaikan pelajaran Perjanjian Lama dan bahasa-bahasa Oriental. Namun demikian, ia tetap mengikuti kuliah-kuliah, yang memperkenalkannya dengan teknik-teknik kritis sejarah dalam Perjanjian Baru, dan kuliah Johann Augustus Eberhard, yang membuatnya mencintai filsafat Plato dan Aristoteles. Pada saat yang sama ia mempelajari tulisan-tulisan Immanuel Kant dan Friedrich Heinrich Jacobi. Ia mengembangkan kebiasaannya yang khas dalam membentuk opini-opininya dengan cara menguji dan mempertimbangkan dengan sabar berbagai posisi yang digunakannya untuk membangun pemikirannya sendiri. Sebagai mahasiswa memang ia telah mulai menerapkan gagasan-gagasan dari para filsuf Yunani hingga merekonstruksikan sistem Kant.



Wilhelm dilthey (1833-1977)

Wilhelm Dilthey (19 November 1833 – 1 Oktober 1911) adalah seorang sejarahwan, psikolog, sosiolog, siswa hermeneutika, dan filsuf Jerman. Dilthey dapat dianggap sebagai seorang empirisis, berlawanan dengan idealisme yang meluas di Jerman pada waktu itu, tetapi penjelasannya tentang apa yang empiris dan eksperiensial berbeda dengan empirisisme Britania dan positivisme dalam asumsi-asumsi epistemologis dan ontologis sentralnya, yang diambil dari tradisi-traidisi sastra dan filsafat Jerman.






Martin konteks (1884-1976)


Martin Heidegger (lahir di Meßkirch, Jerman, 26 September 1889 – meninggal 26 Mei 1976 pada umur 86 tahun) adalah seorang filsuf asal Jerman. Ia belajar di Universitas Freiburg di bawah Edmund Husserl, penggagas fenomenologi, dan kemudian menjadi profesor di sana 1928. Ia mempengaruhi banyak filsuf lainnya, dan murid-muridnya termasuk Hans-Georg Gadamer, Hans Jonas, Emmanuel Levinas, Hannah Arendt, Leo Strauss, Xavier Zubiri dan Karl Löwith. Maurice Merleau-Ponty, Jean-Paul Sartre, Jacques Derrida, Michel Foucault, Jean-Luc Nancy, dan Philippe Lacoue-Labarthe juga mempelajari tulisan-tulisannya dengan mendalam. Selain hubungannya dengan fenomenologi, Heidegger dianggap mempunyai pengaruh yang besar atau tidak dapat diabaikan terhadap eksistentialisme, dekonstruksi, hermeneutika dan pasca-modernisme. Ia berusaha mengalihkan filsafat Barat dari pertanyaan-pertanyaan metafisis dan epistemologis ke arah pertanyaan-pertanyaan ontologis, artinya, pertanyaan-pertanyaan menyangkut makna keberadaan, atau apa artinya bagi manusia untuk berada. Heidegger juga merupakan anggota akademik yang penting dari Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei.



Hans georg gadamer (1900…..)

Nama: Hans-Georg Gadamer Lahir: 11 Februari 1900 (Marburg, Jerman) Meninggal: 13 Maret 2002 (Heidelberg, Jerman) Aliran/tradisi: Filsafat kontinental, Hermeneutika Minat utama: Metafisika, Epistemologi, Bahasa, Ontologi, Estetika Gagasan penting: hermeneutika filosofis, 'filsafat praktis', semua produk dari tradisi yang berada dalam tradisi tersebut, bahasa sebagai kesatuan dari antara yang tak terhingga dengan yang terhingga Dipengaruhi: Plato, Aristoteles, Kant, Hegel, Kierkegaard, Schleiermacher, Dilthey, Husserl, Heidegger, Jaspers Mempengaruhi: Rorty, Gianni Vattimo, Richard Kearney, Donald Davidson



Tentang dewa hermes


Hermes adalah salah satu dewa dalam mitologi Yunani, ia dianggap sebagai dewa keberuntungan, dewa pelindung bagi kaum pedagang, dan juga dewa pengirim berita. Dalam mitologi Romawi, ia disebut juga sebagai Mercurius. Hermes adalah anak Zeus dan Maia. Ciri fisiknya adalah tubuh yang mungil yang selalu mengenakan topi bersayap dan juga sandal bersayap. Ia sangat cepat dalam berkata-kata dan juga berlari. Hermes menjabat sebagai pembawa pesan Zeus dan pemandu bagi roh yang menuju neraka. Hermes memiliki tongkat yang disebut Caduceus. Ia merupakan dewa penolong bagi Odiseus ketika terjebak pada sebuah pulau. Dari hubungannya dengan Aphrodite, Hermes memiliki anak bernama Hermaphrodite.



sumber:
wikipedia
www.hukum oneline.com


dipost dan dibuat oleh (siti hardiyanti)

Jumat, 14 Mei 2010

Teori pembagunan hukum
(development theory of law)


Philippe nonet dan selzrick( theory of laws )

Philippe nonet (belgia)
Katanya yang paling terkenal dari nonet Administrative justice and law and society in transition.

Selznick (Colombia)
Nonet dan Selznick adalah ketua toko yang belajar hukum tapi lebih cenderung kea rah politik. Hukum sebagai mekanisme pengintegrasi (bredemeier) diambil dari teori parsons.

Sebelum melangkah ke pemikiran hukum responsif, Nonet dan Selznick membedakan tiga klasifikasi dasar dari hukum dalam masyarakat, yaitu: hukum sebagai pelayan kekuasaan represif (hukum represif), hukum sebagai institusi tersendiri yang mampu menjinakkan represi dan melindungi integritas dirinya (hukum otonom), dan hukum sebagai fasilitator dari berbagai respon terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial (hukum responsif). Nonet dan Selznick beranggapan, bahwa hukum represif, otonom, dan responsif bukan saja merupakan tipe-tipe hukum yang berbeda tetapi dalam beberapa hal juga merupakan tahapan-tahapan evolusi dalam hubungan hukum dengan tertib sosial dan tertib politik. Keduanya selanjutnya menyebut tahapan-tahapan evolusi tersebut sebagai model perkembangan (developmental model). Di antara ketiga tipe hukum tersebut, Nonet dan Selznick berargumen bahwa hanya tahapan II (hukum responsif) yang menjanjikan tertib kelembagaan yang langgeng dan stabil. Model perkembangan dapat disusun ulang dengan fokus pada hukum otonom, dengan menunjuk pada konflik-konflik pada tahapan tersebut yang menimbulkan tidak hanya risiko kembalinya pola-pola represif namun juga kemungkinan terjadinya responsivitas yang lebih besar. Hukum responsif berorientasi pada hasil, pada tujuan-tujuan yang akan dicapai di luar hukum. Dalam hukum responsif, tatanan hukum dinegosiasikan, bukan dimenangkan melalui subordinasi. Ciri khas hukum responsif adalah mencari nilai-nilai tersirat yang terdapat dalam peraturan dan kebijakan. Dalam model hukum responsif ini, mereka menyatakan ketidaksetujuan terhadap doktrin yang dianggap mereka sebagai interpretasi yang baku dan tidak fleksibel.
Tiga tipe hukum (terkait aspek politik) :
• Represif
• Otonom
• Responsive
Represif,otonom,responsive ini selalu dapat bergerjak satu sama lain
1. hukum represif
- adanya adaptasi yang pasif dan oportunistik dari institusi-institusi hukum terhadap lingkungan social dan politik.
- Institusi hukum secara langsung dapat diakses oleh kekuatan politik.
- Krimisasi adalah bentuk yang paling disukai sebagai alat control yang resmi.
- Tidak memperhatikan kepingan ornag yang diperintah.


Repressive law

Ends of law : tujuan ketertiban
Legitimacy : ketahanan social dan tujuan Negara
Rules : keras dan rinci,namun berlaku lemah terhadap sipembuat hukum
Reasoning : ada hoc memudakan mencapai tujuan dan bersifata pertikular
Discretion : sangat luas oportunistik
Coercion : ekstensif,dibatasi,secara lemah
Morality : moralitas komunal,moralisme hukum,moralitas pembahasan.
Politics : hukum subordinal terhadap politik kekuasaan
Expectation of obedience: tanpa syarat ketidak tatanan dihukum pembangkanan

Partiapation: pasif, kritik dilihat sebagai ketidak setiaan

Kesimpulan:
- kekeuasaan selalu ada dipihak pemerintah
- semua tujuan benar menurut oportunistik
- rakyat harus diam
- tidak boleh membantah putusan pemerintah
- politik mendominasi hukum

otonomous law (hukum dan politik mulai berimbang)

ends of law : legitimasi
legitimacy : untuk keadilan yang sesuai produr keadilan procedural
rules : luas dan rinci,mengikat penguasa maupun yang dikuasa
reasoning :sangat melekat pada otoritas legal,reten terhadap formalisme dan legalisme
discretion : dibatasi oleh peraturan delegasi yang sempit
coercion : dikontrol oleh batasan-batasan hukum.
Morality : moralitas kelembagaab,yakni dipenuhi dengan integrasi proses hukum.
Politics : hukum independent dari politik pemisahan kekuasaan
Expectations of obedience : penyimpangan peraturan yang debenarkan misalnya untuk menguji yalidatas UU dari pemerintah.
Participation : Askses sibatasi oleh prosedur baku munculnya kritik atas hukum

Responsive

Ends of law : Kompetensi membudidaya
Legitimacy : Keadilan substantive suatu keadilan sebenarnya
Rules : aturanya,suatu hal-hal yang prinsip diturunkan menjadi aturan-aturan.
Reasoning : purposif
Discretion : luas tetapi tetap sesuai dengan tujuan
Coercion : pencarian solusi dari suatu paksaan
Morality : moralitas sipil, moralitas kerja sama.
Politics : terintrgrasinya aspirasi hukum dan politik keterpaduan kekuasaan.
Expectation of obedience : mengaspirasikan pendapat.
Participation : akses diperbesar denga integrsi advokasi hukum dan social
Responsive : suatu masyarakat yang tidak mau dibatasi (bebas)


Hukum dan politik


“politik adalah lembaga yang primer dan hukum sebagai variable yang mengikuti” (ex: kehidupan)”



Daniel Lev

Sekilas tentang Daniel lev
Daniel S. Lev (lahir di Youngstown, Ohio, 23 Oktober 1933 – meninggal di Seattle, Washington, AS, 29 Juli 2006 pada umur 72 tahun) adalah salah seorang Indonesianis dan profesor ilmu politik paling terkemuka dengan perhatian khusus pada Indonesia, khususnya pada masa pembentukan Demokrasi Terpimpin di bawah Presiden Sukarno pada 1957-1959. Prof. Lev banyak berjasa mendidik para ahli hukum dan politik Indonesia. Kematian Pak Dan, begitu biasanya ia disapa oleh murid-muridnya, disebabkan oleh kanker paru-paru.
Karya-karyanya prof Daniel S.Lev
• Legal evolution and political authority in Indonesia: selected essays (2000)
• Making Indonesia (1996)
• Making Indonesia (disunting bersama Ruth McVey), (1996)
• Pengantar dalam "Memoar Oei Tjoe Tat, pembantu presiden Soekarno" oleh Oei Tjoe Tat (1995)
• Lawyers as outsiders: advocacy versus the state in Indonesia (1992)
• Legal Aid in Indonesia (1987)
• Pengantar dalam "Bantuan hukum dan kemiskinan struktural" oleh T. Mulya Lubis (1986)
• Bush lawyers in Indonesia: stratification, representation and brokerage (1973)
• Islamic courts in Indonesia: a study in the political bases of legal institutions (1972)
• American aid and political development (1967)
• The transition to guided democracy: Indonesian politics, 1957-1959 (1966)
• Republic of Indonesia cabinets, 1945-1965 (1965)
• Some descriptive notes on foreign assistance in Indonesian technical education (1961)
• A bibliography of Indonesian government documents and selected Indonesian writings on government in the Cornell University Library (1958)



Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D., S.H., S.U. (lahir di Sampang, Madura, Jawa Timur, 13 Mei 1957; umur 52 tahun) adalah Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2011 dan Hakim Konstitusi periode 2008-2013. Sebelumnya ia adalah anggota DPR dan Menteri Pertahanan pada Kabinet Persatuan Nasional. Ia meraih gelar doktor pada tahun 1993 dari Universitas Gadjah Mada. Sebelum diangkat sebagai menteri, ia adalah pengajar di Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta.
Konfigurasi politik karakter produk hukum
Demokratis responsive/otonom
Non demokrasi/ortoriter konservatif,ortodoks,represif.
Cirri-ciri demokrasi:
1945-1959 indonesia sangat demokrasi
- peran serta public dalam pembuatan kebijakan Negara public.
- badan perwakilan menjalankan fungsinya.
- pres bebas.


sumber: wikipedia
dipos dan dibuat oleh (siti hardiyanti 205080184)

Jumat, 07 Mei 2010

pluralisme hukum

Kulia tanggal 4 mei 2010

PLURALISME HUKUM

Pluralisme menurut:
(Griffiths, 1986)
Pluralisme hukum secara umum didefinisikan sebagai suatu situasi di mana dua atau lebih system hukum bekerja secara berdampingan dalam suatu bidang kehidupan sosial yang sama , atau untuk menjelaskan keberadaan dua atau lebih system pengendalian sosial dalam satu bidang kehidupan social.
(Hooker,1975)
menerangkan suatu situasi di mana dua atau lebih sistem hukum berinteraksi dalam satu kehidupan sosial
(F.von Benda-Beckmann, 1999).
suatu kondisi di mana lebih dari satu system hukum atau institusi bekerja secara berdampingan dalam aktivitas-aktivitas dan hubungan-hubungan dalam satu kelompok masyarakat

Konsep mengenai pluralisme hukum (legal pluralism) secara umum dipertentangkan dengan ideologi sentralisme hukum (legal centralism) atau unifikasi hukum. Ideologi
sentralisme hukum atau unifiksi hukum diartikan sebagai suatu ideologi yang menghendaki pemberlakuan hukum negara (state law) sebagai satu-satunya hukum bagi semua warga masyarakat, dengan mengabaikan keberadaan sistem-sistem hukum yang lain, seperti hukum agama (religious law), hukum kebiasaan (customary law), dan juga semua bentuk mekanismemekanisme pengaturan lokal (inner-order mechanism) yang secara empiris hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat
berdasarkan konsep mengenai pluralisme diatas Griffiths (1986) menegaskan :
The ideology of legal centralism, law is and should be the law of the state, uniform for all persons, exclusive of all other law, and administered by a single set of state institutions. To the extent that other, lesser normative orderings, such as the church, the family, the voluntary association and the economic organization exist, they ought to be and in fact are hierarchically subordinate to the law and institutions of the state.
secara jelas ideologi sentralisme hukum cenderung mengabaikan kemajemukan sosial dan budaya dalam masyarakat, termasuk di dalamnya norma-norma lokal yang secara nyata dianut dan dipatuhi warga dalam kehidupan bermasyarakat, dan bahkan sering lebih ditaati dari pada hukum yang diciptakan dan diberlakukan oleh negara (state law).
Griffiths (1986) mengatakan:
Legal pluralism is the fact. Legal centralism is a myth, an ideal, a claim, an illusion. Legal pluralism is the name of a social state of affairs and it is a characteristic which can be predicted of a social group
Konsep pluralisme hukum yang dikemukakan Griffiths di atas pada dasarnya
dimaksudkan untuk menonjolkan keberadaan dan interaksi sistem-sistem hukum dalam
suatu masyarakat, antara hukum negara (state law) dengan sistem hukum rakyat (folk law) dan sistem hukum agama (religious law) dalam suatu komunitas masyarakat. Dalam kaitan ini, Tamanaha (1992) memberi komentar kritis terhadap konsep pluralisme dari
Griffiths yang cenderung terfokus pada penekanan dikotomi keberadaan hukum negara
dengan sistem-sistem hukum yang lain, seperti berikut :
1. Konsep pluralisme hukum dari Griffiths pada dasarnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu pluralisme yang kuat (strong legal pluralism) dan pluralisme yang lemah (weak legal pluralism). Pluralisme yang lemah merupakan bentuk lain dari sentralisme hukum (legal centralism), karena walaupun dalam kenyataannya hukum negara (state law) mengakui adanya sistem-sistem hukum yang lain, tetapi hukum negara tetap dipandang sebagai superior, dan sementara itu sistem-sistem hukum yang lain bersifat inferior dalam hierarkhi sistem hukum Negara
2. Sedangkan, pluralism hukum yang kuat mengacu pada fakta adanya kemajemukan tatanan hukum dalam semua kelompok masyarakat yang dipandang sama kedudukannya, sehingga tidak terdapat hirarkhi yang menunjukkan sistem hukum yang satu lebih dominan dari sistem hukum yang lain

3. Selain itu, yang dimasukkan kategori pluralisme hukum yang kuat adalah teori Semi- Autonomous Social Field yang diintroduksi Moore (1978) mengenai kapasitas kelompok-kelompok sosial (social field) dalam menciptakan mekanisme-mekanisme pengaturan sendiri (self-regulation) dengan disertai kekuatan-kekuatan pemaksa.
Indonesia termasuk Negara yang tinggi pluralisme hukum.pluralisme hukum ini makin menjadi isu yang penting karena:
- peninggalan produk hukum era hindia belanda yang masih belum diganti.
- Eksistensi huku adapt yang pada beberapa wilaya masih sangant kuat,mungkin makin menguat ditengah isu otonomi daerah.
- Penetapan hukum syariah pada beberapa wilaya.
- Dampak arus transnasional,khusus dilapangan hukum ekonomi.mis: masuknya perusahaan-perusahaan asing.
- Tidak adanya desain system hukum nasional Indonesia.
Pemerintah hindia belanda pernah mencoba menerapkan unifikasi hukum,tapi gagal lalu orang-orang bumi putra dibiarkan menjalankan hukum adapt dan lembaga-lembaga agamanya.
Sunaryarti hartono
“suatu system hukum mempunyai 4 bagian system hukum yaitu:sistem hukum adat,system hukum islam,system hukum nasional dan sisten hukum barat.”
Charles stampford
Dengan teorinya chaos (1989)
- hukum bukan system yang tertib dan teratur,(seperti diklaim kaum positvis).hukum itu chaos (cai.melee disorder,a simetris) memunculkan pluralitas,diversitas,multiplisitas.
- Hukum bukan realitas utuh yang bisa sireduksi atau diprediksi.
- Hukum bukan yang narasi yang bebas nilai,perlu pemahaman hermeneutis dan timbale balik antara penafsir dan realitas yang ditafsir.penggunaan logika sintetis lebih utama daripada logika oposisi binary (onoff logic).
Cakupan istilah hukum:
1. mazhab sejarah vs kaum etasis (hanya hukum Negara yang layak disebut hukum.)
2. konsep analitis komparatif dan konsep politik hukum
ada berkat pengakuan sistim hukum Negara melahirkan:
a. pluralisme Negara (GR Woodman)
b. pluralisme relative (J Vanderlinder)
c. pluralisme lemah (J Griffiths)
tidak tergantung pada pengakuan apapun,melahirkan:
a. prularisme dalam
b. prularisme deskriptif
c. prularisme kuat.
Ketiga hal diatas hanya ini yang memiliki konsep analitis komparatif (perbandingan sederajat)
3. hubungan kekuasaan diantara berbagai system hukum. Kekuasaan Negara memegang peranan dalam menentukan pola hubugnan antara system hukum.
Sally F Moore
“namun kekuasaan sangat bergantung pada kontes dalam konteks tertentu,kekuasaan Negara hamper tak berperan,sebab setiap masyarakat memiliki wilayah social yang semi otonom.(semi autonomous social fiel)”
Kesimpulan:
Pluralisme
o Ada banyak hukum untuk atau berlaku pada masing-masing golongan yang ada.
Pluralisme ini meniadakan unifikasi
Unifikasi (pada Negara-negara civil law)
o Satu hukum untuk atau berlaku untuk semua golongan
Unifikasi ini meniadakan prularisme.
Penganut unifikasi hukum biasanya ada dalam satu tempat kodifikasi hukum.
Unifikasi tidak sama dengan kodifikasi.
Note:
o Rechtsvacum = Kekosongan dalam hukum
o Vigilante = Suatu kekosongan yang didisi oleh anggota masyarakat karena tidak diisi oleh pihak yang berwenang.
( jurnal kuliah pluralisme ini sebagian bersumber dari beberapa situs lain)
dipos dan dibuat oleh: (siti hardiyanti,205080184)

Senin, 03 Mei 2010

jurnal kuliah tanggal 27 april 2010 sesudah UTS

CRITICAL LEGAL STUDIES
Hukum = normative.
Dianggap belajar norma,yang paling utama adalah belajar norma yang dibuat Negara.
Hukum dibuat oleh Negara oleh karena itu disebut produk Negara.
Hukum diberi citra yang adil,bijaksana,baik,dan tidak memihak.
Demi hukum diidentik dengan demi keadilan.orang melanggar hukum,maka pihak berwenang akan bertindak.
Tapi,hukum pada kenyataannya tidak sama pada asumsi diatas.
Asumsi diatas tidak hanya terjadi diindonesia tapi juga terjdi dinegara-negara yang lain.

Latar belakang CLS

Dikritik oleh jerman,inggris,dan AS.
Pertama kali dikritik di AS tahun 1977 oleh Wisconsin,kritikannya sebagai berikut:
1. akademisi perjuangan hak hak sipil
2. kelompok yang menetang perang Vietnam
3. ilmuan yang tertarik pada kritik marxis atas struktur social.
4. praktisi hukum dibidang advokasi public.
UUD disuatu Negara sulit lahir karena factor kedudukan yang tinggi.sebelum UUD dibentuk sudah lahir suatu unsure politik. Hukum itu dibuat oleh pengusaha dan pengusaha kalangan yang elite.
Roberto unger “latin” (kritisi yang paling terkenal)
Mengemukakan teori “ pasca liberal”
“mengkeritik teori yang indah”
Pergeseran terjadi pada
Abad 19 liberal klasik
Abad 20 pasca liberal (korporasi)
Akibatnya: terjadi kekecewaan terhadap pemikiran kaum kanan dan kiri.

Crits = CLS

Dasar pemikiran crits
- Hukum adalah produk politik.
- Aturan hukum = aturan politik.
Tak ada the rule of law yang ada the rule of politic
- politik terkait dengan kekuasaan.
- Aturan hukum = aturan dari siapa yang berkuasa.
legisme
1. The rule of the law(common law)recht staat (civil law) lahir di AS oleh Wisconsin.
2. legal reasoning (penalaran hukum)
CLS menentang dua tradisi positivisme hukum:
1. the rule of law
jaminan bagi kebebasan individual dan kerjasama kedudukan dihadapan hukum.
2. legal reasoning
penalaran hukum = penalaran moral dan politik.

Kenapa legal resoning ditentang oleh CLS

Deductif
Premis mayor diambil aturan normatif
Premis minor diambil fakta
Konklusi

Tak mungkin equal karena ada:

1. hirarki kekuasaan dalam masyarakat
cth: majikan dan buruh,orang tua dan anak-anak.
Kritik-kritik filsafat dari CLS:
Terdapat 2 kritikan

1. kritikan terhadap hak (rule of law)
menurut CLS: wacana “hak” oleh kaum liberal hanya menguntungkan kelas tertentu,sebab pertentangan hak selama ini harus diselesaikan oleh, padahal masyarakat sendiri mampu menyelesaikannya dengan cara sendiri.

2. kritikan terhadap pendidikan hukum (reasoning)
menurut CLS: pendidikan hukum oleh kaum liberal hanya sebagai pelatihan ideology (demi kepentingan pemerintah dan dunia usaha)

dipost dan dibuat oleh(siti hardiyanti)

jurnal kuliah sosiologi hukum sebelum UTS tanggal 16 febuari sampai 6 april 2010

Auguste comte
“pengemuka istilah sosiologi”

Istilah sosiologi berasal dari auguste comte dalam bukunya yang berjudul “course de philosophie positive”,awalnya auguste comte ingin memakai istilah “social physics”(fisika social) tapi sudah dipakai oleh saint simon.
Auguste comte dalam sejarahnya,masyarakat berkembang melalui tiga tahap yaitu:

1.tahap teologis (etat theolpgique)
Yang pada tahap ini masyarakat percaya pada hal-hal yang supranatural.misalnya: animisme,politeisme,monoteisme. Dan masyarakat hanya bisa eunduk tanpa berbuat apa-apa kecuali mohon ampun dan berdoa.

2.tahap metafisis (etat metaphisique)
Yang pada tahap ini manusia sudah berusaha mempengaruhi kekuatan supranatural itu,misalnya dengan cara meramal nasib dan keuntungan atau kecelakaan, meminta jasa pawang hujan.

3.tahap positif
Yang pada tahap ini manusia tidak lagi tunduk pada kekuatan supranatural dan manusia mengendalikan kekuatan itu dengan kemampuannya sendiri,misalnya manusia mampu membuat vaksin,membuat alat-alat untuk memperhitungkan cuaca,bencana dan lain-lain.

Struktur dan proses social menurut auguste comte

Struktur social adalah keseluruhan jalinan unsure-unsur social yang pokok:
-norma-norma social
-lembaga-lembaga social
-kelompok-kelompok social
-lapisan-lapisan social

Yang keempat unsure struktur social ini disebut sosiologi statis oleh auguste comte.
Proses social pengaruh timbal balik berbagai segi kehidupan bersama dalam masyarakat misalnya ekonomi politik,hukum agama dan lain-lain. Yang perubahan dalam struktur social sama dengan perubahan social.
Yang proses social ini disebut sosiologi dinamis oleh auguste comte.

Sosiologi merupakan ilmu yang paling kompleks menurut auguste comte
karena objek kajian sosiologi yang memiliki variable yang sanyat banyak

a.struktur social (segi dinamis)
-norma-norma social
-lembaga-lembaga social
-kelompok-kelompok social
-lapisan-lapisan social

b.proses social (segi dinamis)
-terjadi karena factor imitasi,sugesti,identifikasi,simpati.
-terjadi bila ada kontak social dan komunikasi.

Yang kedua syarat ini memunculkan interaksi social,yang interaksi itu dapat asisiatif atau disasosiatif.
Yang dicari oleh sosiologi menurut comte adalah pola umum,konsep,dalil umum dalam kontes interaksi manusia seperti sifat,bentuk,isi,dan struktur masyarakat manusia.

Apa yang dikaji oleh sosiologi menurut:

1.pitirim Sorokin (1928)
Mengatakan sosiologi mengkaji:
-hubungan timbale balik aneka gejala social
-hubungan timbale balik gejala social dan nonsosial.

2.roucek dan warren (1982)
Mengatakan sosiologi mengkaji:
-hubungan manusia didalam kelompok.

3.s soemardjan dan s.soemardi (1962)
Mengatakan sosiologi mengkaji:
Struktur social dan proses social

4.ogburn dan nimkoff (1964)
Mengatakan sosiologi mengkaji:
Interaksi social dan hasilnya(organisasi social)

5.van doom danlammers (1964)
Mengatakan sosiologi mengkaji:
Struktur dan prosses kemasyaratan yang stabil.


TALCOTT PARSONS

Menurutnya persoalan sentral dalam masyarakat bertolak pada dua hal yaitu:

1. alokasi
soal ditribusi sumber daya kepada orang-orang yang ada dalam masyarakat dan atau distribusi orang untuk menduduki posisi tertentu dalam masyarakat.

2. integrasi
soal pengelolaan tegangan tegangan yang muncul sebagai akibat dari pengalokasian.
Pada tahun 1951 ia menyebut tiga system yang ada dalam masyarakat:

1. system social
system ini berpotensi menciptakan konflik,oleh karena itu untuk menghindari konflik tersebut maka system social ini membuat batasan tentang pola bertindak yagn boleh atau tidak boleh
contoh: dokter dengan pasien

2. system kepribadian
manusia menjalankan peran di masyarakat tidak saja mengacu pada nilai-nilai dalam system social melainkan juga pada disposisi kebutuhan masing-masing orang,antara lain disposisi kebutuhan itu terdiri dari preferensi,hasrat,keinginan.

3. system budaya
system ini penting sebab hanya dengan nilai-nilai terlembaga dalam system budaya ini tercipta kesepakatan tentang standar perilaku untuk mengevalusi perilaku konkrer untuk mengevaluasi perilaku konkret dan pola-pola pembagian sumber daya.
System budaya ini terdiri dari tiga wilaya penerapan antara lain:
a. symbol-simbol kognisi
b. symbol-simbol ekpresi (emosi)
c. symbol-simbol nilai (moral)

dan pada tahun 1956,parsons merubah ketiga teorinya menjadi empat subsistem dalam masyarakat menjadi AGIL yaitu:
Adaptation=subsistem ekonomi
Masyarakat bertindak memenuhi kebutuhan benda-benda material untuk bertahan hidup.
Goal attainment = subsistem politik
Masyarakat bertindak mengikuti pemegang kekuasaan untuk mencapai tujuan tertentu.
Integration= subsistem social
Masyarakat bertindak menjaga keutuhan tatanan sosial
Latency= subsistem budaya
Masyarakta bertindak mengikuti panduan nilai-nilai dari lembaga-lembaga budaya.
Dan pada tahun 1956 dia merubah system kepribadian menjadi subsistem ekonomi dan subsistem politik.
Kritikan terhadap parsons:

1. cirri pada mayarakat moderen adalah komitmen mereka yang kuat pada nilai-nilai (subsistem budaya) tapi kenyataannya tidak demikian.

2. teori parsons terkait dengan subsistem budaya ini kurang detail (disbanding dengan aliran strukturalisme dan pascastrukturalisme) konsep-konsep yang diajukan parsons hanya tentang nilai dan norma.

3. terpengaruh pad fungsionalisme seolah-olah setiap orang sudah mempunyai peran sendiri-sendiri dan terkukung pada peran-peran itu padahal, subjek manusia ,mempunyai kreativitas untuk menciptakan peran-peran baru.


GAMES I :

Menurut augusten comte dalam sejarahnya masyarakat berkembang melalui tiga tahap sebutkan dan jelaskan!


Sebutkan dan jelaskan tiga teori system menurut parson,kritikan terhadap parson dan model AGIL!


Proses social (interaksi social)
Cara berhubungan timbale balik diantara individu atau kelompok manusia,yang proses social ini mendorong munculnya perubahan social.
Fakta social
Fakta-fakta social seperti cara bertindak,berpikir,dan berperasaan yang semuanya dikendalikan dan dipaksakan oleh kekuatan memaksa eksternal (diluar) diri individu.
Fakta social menurut emile Durkheim
Berupa pengaruh eksternal itu pada hakikatnya terdiri dari nilai dan norma.
Solidaritas social adalah kehidupan social menusia dan eksistensi keteraturan social dalam masyarakat, yang solidaritas itu terbagi menjadi 2 yaitu:

mekanisme organis
Pembagian kerja rendah tergantung antara profesi rendah Pembagian kerja tinggi tergantung antara profesi tinggi

Kesadaran kolektif kuat Kesadaran kolektif rendah
Didominsi hukum represif Dominasi hukum restitutif
Individualitas rendah Individualitas tinggi
Consensus terhadap pola normatif Consensus terhadap nilai abstrak
Keterlibatan massa dalam penghukuman Penghukuman hanya oleh badan formal
Primitive pendesaan Industri perkotaan
Perilaku bunuh diri,altruistis Pelaku bunuh diri egois dan anomis

Tindakan social menurut emile durkheim
Sosiologi=tindakan social
Tindakan social adalah manusia yang dijalankan karena terkait dengan orang lain.
Contoh: menangis karena hal yang sedih bukan beupa tindakan social,menangis untuk membuat orang lain takut merupakan tindakan social.

Tindakan social menurut max weber
Empat tipe tindakan social:
1. tradisional
2. efektif
3. rasionalitas nilai
4. rasionalitas instrumental
dalam masyarakat ada ketidak setaraan antar kelas
kelas yang lebih tinggi mendominasi kelas yang lebih rendah.
Dominasi tidak selalu merugikan ada dominasi yang diakui bersama misalnya ortoriter.
Yang ortoriter itu terbagi atas:
1. tradisional
2. kharismatis
3. legal atau rasional


Bentuk-bentuk interaksi social

1. asosiatif
terdiri dari:
a. ko-operasi
timbul karena orientasi individu yang sesuai dengan kelompok
tiga bentuk ko-operasi:
- bargaining (kerjasama dengan tukar menukar barang)
- co-optation (kerjasama dengan menerima barang dari pihak yang lebih kuat)
- coalition (kerjasama dengan beberapa pihak yang sebenarnya berbeda karakter namun satu tujuan.)

b. akomodasi
timbul karena para pihak berusaha untuk mencapai titik kesimbangan.
Tiga bentuk akomodasi:
- toleration (ada pihak yang sementara menghindar)
- coercion (pihak yang lemah terpaksa menerima)
- compromise(para pihak saling menurunkan tuntutannya.
- Adjudication
- Arbitration
- Mediation
- Concillations
- Stalemate (para pihak berhenti konflik karena terjadi deadlock)
c. asimilasi
timbul karena satu pihak mengindentifikasikan dirinya sama dengan pihak lain yang lebih dominant.
Factor-faktor yang mempercepat terjadinya asimilasi:
- toleransi
- sikap membuka diri bagi orang asing
- kasamaan tingkat kesejahteraan
- persamaan budaya
- persamaan ciri fisik
- perkawinan campuran
- ada musuh bersama
- dukungan kondusif dari pemerintah
d. akulturasi
timbul karena beberapa pihak saling membuka diri sehingga ada unsure kebudayaan yang saling bertukaran dan diterima penuh sebagai adapt istiadat yang baru.

2. disasosiatif
a. kompetisi
timbul karena ada beberapa kepentingan diantara beberapa pihak,sehingga mereka saling berlomba memperebutkan satu posisi tertentu,baik yang pribadi maupun kelompok.
b. kontraversi
timbul karena perbedaan pemahaman atau pandangna pada satu pihak terhadap pihak lain,sehingga muncul sikap dan atau perilaku menentang.
c. konflik
timbul karena para pihak berusaha mencapai tujuan masing-masing dengan cara saling menentang pihak lawan dengan cara memberi ancaman dan atau menggunakan kekerasan.
dipost dan dibuat oleh(siti hardiyanti)

Kamis, 25 Februari 2010

Tugas SOSHUM (1)


Karl Marx



Karl Heinrich Marx (Trier, Jerman, 5 Mei 1818 – London, 14 Maret 1883) adalah seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia. Walaupun Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya, ia paling terkenal atas analisisnya terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai "Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas", sebagaimana yang tertulis dalam kalimat pembuka dari Manifesto Komunis.

Biografi
Kehidupan awal
Karl Marx lahir dalam keluarga Yahudi progresif di Trier, Prusia, (sekarang di Jerman). Ayahnya bernama Herschel, keturunan para rabi, meskipun cenderung seorang deis, yang kemudian meninggalkan agama Yahudi dan beralih ke agama resmi Prusia, Protestan aliran Lutheran yang relatif liberal, untuk menjadi pengacara. Herschel pun mengganti namanya menjadi Heinrich. Saudara Herschel, Samuel — seperti juga leluhurnya— adalah rabi kepala di Trier. Keluarga Marx amat liberal dan rumah Marx sering dikunjungi oleh cendekiawan dan artis masa-masa awal Karl.
Marx terkenal karena analisis nya di bidang sejarah yang dikemukakan nya di kalimat pembuka pada buku ‘Communist Manifesto’ (1848) :” Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas.” Marx percaya bahwa kapitalisme yang ada akan digantikan dengan komunisme, masyarakat tanpa kelas setelah beberapa periode dari sosialisme radikal yang menjadikan negara sebagai revolusi keditaktoran proletariat(kaum paling bawah di negara Romawi).
Marx sering dijuluki sebagai bapak dari komunisme, Marx merupakan kaum terpelajar dan politikus. Ia memperdebatkan bahwa analisis tentang kapitalisme miliknya membuktikan bahwa kontradiksi dari kapitalisme akan berakhir dan memberikan jalan untuk komunisme. Di lain tangan, Marx menulis bahwa kapitalisme akan berakhir karena aksi yang terorganisasi dari kelas kerja internasional. “Komunisme untuk kita bukanlah hubungan yang diciptakan oleh negara, tetapi merupakan cara ideal untuk keadaan negara pada saat ini. Hasil dari pergerakan ini kita yang akan mengatur dirinya sendiri secara otomatis. Komunisme adalah pergerakan yang akan menghilangkan keadaan yang ada pada saat ini. Dan hasil dari pergerakan ini menciptakan hasil dari yang lingkungan yang ada dari saat ini. – Ideologi Jerman- Dalam hidupnya,Marx terkenal sebagai orang yang sukar dimengerti, ide-ide nya mulai menunjukkan pengaruh yang besar dalam perkembangan pekerja segera setelah ia meninggal. Pengaruh ini berkembang karena didorong oleh kemenangan dari Marxist Bolsheviks dalam Revolusi Oktober Rusia. Namun, masih ada beberapa bagian kecil dari dunia ini yang belum mengenal ide Marxian ini sampai pada abad ke-20. Hubungan antara Marx dan Marxism adalah titik kontroversi. Marxism tetap berpengaruh dan kontroversial dalam bidang akademi dan politik sampai saat ini. Dalam bukunya Marx, Das Kapital (2006), penulis biografi Francis Wheen mengulangi penelitian David McLellan yang menyatakan bahwa sejak Marxisme tidak berhasil di Barat, hal tersebut tidak menjadikan Marxisme sebagai ideologi formal, namun hal tersebut tidak dihalangi oleh kontrol pemerintah untuk dipelajari.


Pendidikan

Marx menjalani sekolah di rumah sampai ia berumur 13 tahun. Setelah lulus dari Gymnasium Trier, Marx melanjutkan pendidikan nya di Universitas Bonn jurusan hukum pada tahun 1835 pada usia nya yang ke-17, dimana ia bergabung dengan klub minuman keras Trier Tavern yang mengakibatkan ia mendapat nilai yang buruk. Marx tertarik untuk belajar kesustraan dan filosofi, namun ayahnya tidak menyetujuinya karena ia tak percaya bahwa anaknya akan berhasil memotivasi dirinya sendiri untuk mendapatkan gelar sarjana. Pada tahun berikutnya, ayahnya memaksa Karl Marx untuk pindah ke universitas yang lebih baik, yaitu Friedrich-Wilhelms-Universität di Berlin. Pada saat itu, Marx menulis banyak puisi dan esai tentang kehidupan, menggunakan bahasa teologi yang diwarisi dari ayahnya seperti ‘The Deity’ namun ia juga menerapkan filosofi atheis dari Young Hegelian yang terkenal di Berlin pada saat itu. Marx mendapat gelar Doktor pada tahun 1841 dengan tesis nya yang berjudul ‘The Difference Between the Democritean and Epicurean Philosophy of Nature’ namun, ia harus menyerahkan disertasi nya ke Universitas Jena karena Marx menyadari bahwa status nya sebagai Young Hegelian radikal akan diterima dengan kesan buruk di Berlin.
Pada tahun 1835, Marx mendaftar di Universitas Bonn untuk belajar hukum, dan di sana ia bergabung dengan Trier Tavern Club, dan sempat menjadi presiden klub, sehingga prestasi sekolahnya buruk. Setahun kemudian, ayah Marx mendesaknya untuk pindah ke Universitas Friedrich-Wilhelms di Berlin, agar dapat lebih serius belajar. Di sini, Marx banyak menulis puisi dan esai tentang kehidupan, dengan menggunakan bahasa teologis yang diperoleh dari ayahnya yang deis. Pada saat itulah ia mengenal filsafat atheis yang dianut kelompok Hegelian-kiri. Marx memperoleh gelar doktor pada tahun 1841 dengan tesis yang bertajuk "Perbedaan Filsafat Alam Demokritos dan Epikurus", tetapi beliau harus menyerahkan tesisnya kepada Universitas Jena karena beliau diamarankan bahwa reputasinya di antara fakultas sebagai seorang Hegelian-kiri akan menyebabkan penerimaan yang buruk di Berlin.
Marx mempunyai keponakan yang bernama Azariel, Hans, dan Gerald yang sangat membantunya dalam semua teori yang telah ia ciptakan.
Marx dan Pemuda Hegelian
Di Berlin, minat Marx beralih ke filsafat, dan bergabung ke lingkaran mahasiswa dan dosen muda yang dikenal sebagai Pemuda Hegelian. Sebagian dari mereka, yang disebut juga sebagai Hegelian-kiri, menggunakan metode dialektika Hegel, yang dipisahkan dari isi teologisnya, sebagai alat yang ampuh untuk melakukan kritik terhadap politik dan agama mapan saat itu.


Karya-karya Marx

• Manifest der Kommunistischen Partei
• Achtzehnte Brumaire




BIOGRAFI AUGUSTE COMTE



Auguste Comte


August Comte atau juga Auguste Comte (Nama panjang: Isidore Marie Auguste François Xavier Comte;lahir di Montpellier, Prancis, 17 Januari 1798 – meninggal di Paris, Prancis, 5 September 1857 pada umur 59 tahun) adalah seorang ilmuwan Perancis yang dijuluki sebagai "bapak sosiologi". Dia dikenal sebagai orang pertama yang mengaplikasikan metode ilmiah dalam ilmu sosial.

Kehidupan


Comte lahir di Montpellier, sebuah kota kecil di bagian barat daya dari negara Perancis. Setelah bersekolah disana, ia melanjutkan pendidikannya di Politeknik École di Paris. Politeknik École saat itu terkenal dengan kesetiaannya kepada idealis republikanisme dan filosofi proses. Pada tahun 1818, politeknik tersebut ditutup untuk re-organisasi. Comte pun meninggalkan École dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kedokteran di Montpellier.


Saat itu, Comte mengetahui apa yang ia harus lakukan selanjutnya: meneliti tentang filosofi positivisme. Rencananya ini kemudian dipublikasikan dengan nama Plan de travaux scientifiques nécessaires pour réorganiser la société (1822) (Indonesia: Rencana studi ilmiah untuk pengaturan kembali masyarakat). Tetapi ia gagal mendapatkan posisi akademis sehingga menghambat penelitiannya. Kehidupan dan penelitiannya kemudian mulai bergantung pada sponsor dan bantuan finansial dari beberapa temannya.

Ia kemudian menikahi seorang wanita bernama Caroline Massin. Comte dikenal arogan, kejam dan mudah marah sehingga pada tahun 1826 dia dibawa ke sebuah rumah sakit jiwa, tetapi ia kabur sebelum sembuh. Kemudian setelah kondisinya distabilkan oleh Massin, ia mengerjakan kembali apa yang dulu direncanakannya. Namun sayangnya, ia bercerai dengan Massin pada tahun 1842 karena alasan yang belum diketahui. Saat-saat diantara pengerjaan kembali rencananya sampai pada perceraiannya, ia mempublikasikan bukunya yang berjudul Le Cours de Philosophie Positivistic.

Pada tahun 1844, Comte menjalin kasih dengan Clotilde de Vaux, dalam hubungan yang tetap platonis. Setelah Clotilde wafat, kisah cinta ini menjadi quasi-religius. Tak lama setelahnya, Comte, yang merasa dirinya adalah seorang penemu sekaligus seorang nabi dari "agama kemanusiaan" (religion of humanity), menerbitkan bukunya yang berjudul Système de politique positive (1851 - 1854).

Dia wafat di Paris pada tanggal 5 September 1857 dan dimakamkan di Cimetière du Père Lachaise.


Peninggalan

motto Ordem e Progresso ("Order and Progress") yang tertulis pada bendera Brazil terinspirasi dari motto postivisme August Comte: L'amour pour principe et l'ordre pour base; le progrès pour but ("Cinta sebagai sebuah prinsip dan perintah sebagai basisnya; proses sebagai tujuannya"). Kata-kata tersebut dijadikan motto karena berdasarkan fakta, orang-orang yang melakukan kudeta militer yang kemudian menjatuhkan monarki dan memproklamasikan Brazil sebagai republik adalah para pengikut pemikiran Comte.

Comte melihat satu hukum universal dalam semua ilmu pengetahuan yang kemudian ia sebut sebagai 'hukum tiga fase'. Melalui hukumnya ia mulai dikenal di seluruh wilayah berbahasa Inggris (English-speaking world); menurutnya, masyarakat berkembang melalui tiga fase: Teologi, Metafisika, dan tahap positif (atau sering juga disebut "tahap ilmiah").

Fase Teologi dilihat dari prespektif abad ke-19 sebagai permulaan abad pencerahan, dimana kedudukan seorang manusia dalam masyarakat dan pembatasan norma dan nilai manusia didapatkan didasari pada perintah Tuhan. Meskipun memiliki sebutan yang sama, fase Metafisika Comte sangat berbeda dengan teori Metafisika yang dikemukakan oleh Aristoteles atau ilmuwan Yunani kuno lainnya; pemikiran Comte berakar pada permasalahan masyarakat Perancis pasca-revolusi PerancisRevolusi. Fase Metafisika ini merupakan justifikasi dari "hak universal" sebagai hal yang pada [atas] suatu wahana [yang] lebih tinggi dibanding otoritas tentang segala [penguasa/penggaris] manusia untuk membatalkan perintah lalu, walaupun berkata [hak/ kebenaran] tidaklah disesuaikan kepada yang suci di luar semata-mata kiasan. Apa yang ia mengumumkan dengan istilah nya Tahap yang ilmiah, Yang menjadi nyata setelah kegagalan revolusi dan [tentang] Napoleon, orang-orang bisa temukan solusi ke permasalahan sosial dan membawa [mereka/nya] ke dalam kekuatan di samping proklamasi hak azasi manusia atau nubuatan kehendak Tuhan. Mengenai ini ia adalah serupa untuk Karl Marx Dan Jeremy Bentham. Karena waktu nya, ini gagasan untuk suatu Tahap ilmiah telah dipertimbangkan terbaru, walaupun dari suatu sudut pandang kemudiannya [itu] adalah [yang] terlalu derivative untuk ilmu fisika klasik dan sejarah akademis.

Hukum universal lain [yang] ia [memanggil/hubungi] ' hukum yang seperti ensiklopedi'. Dengan kombinasi hukum ini, Comte mengembang;kan suatu penggolongan [yang] hirarkis dan sistematis dari semua ilmu pengetahuan, termasuk ilmu fisika tidak tersusun teratur ( ilmu perbintangan, ilmu pengetahuan bumi dan ilmu kimia) dan ilmu fisika organik ( biologi dan untuk pertama kali, bentuk badan sociale, dinamai kembali kemudiannya sociologie).

Ini gagasan untuk suatu science—not khusus ras manusia, [yang] bukan metaphysics—for sosial adalah terkemuka abad yang 19th dan tidak unik ke Comte. Ambitious—Many akan kata[kan grandiose—way yang Comte membayangkan tentangnya, bagaimanapun, adalah unik.

Comte lihat ilmu pengetahuan baru ini, sosiologi, [seperti;sebagai;ketika] [yang] terbesar dan yang ter]akhir dari semua ilmu pengetahuan, apa yang itu akan meliputi semua lain ilmu pengetahuan, dan yang akan mengintegrasikan dan menghubungkan penemuan mereka ke dalam suatu [yang] utuh kompak.

Comte’S penjelasan Filosofi yang positif memperkenalkan hubungan yang penting antar[a] teori, praktek dan pemahaman manusia dunia. Pada [atas] halaman 27 yang 1855 [yang] mencetak Harriet Martineau’S terjemahan Filosofi Auguste [yang] Yang positif Comte, kita lihat pengamatan nya bahwa, “ Jika adalah benar bahwa tiap-tiap teori harus didasarkan diamati fakta, [itu] dengan sama benar yang fakta tidak bisa diamati tanpa bimbingan beberapa teori. Tanpa . seperti (itu) bimbingan, fakta [kita/kami] akan bersifat tanpa buah dan tak teratur; kita tidak bisa mempertahankan [mereka/nya]: sebagian terbesar kita tidak bisa genap merasa [mereka/nya]. ( Comte, A. ( 1974 cetak ulang). Filosofi yang positif Auguste Comte [yang] dengan [cuma-cuma/bebas] yang diterjemahkan dan yang dipadatkan oleh Harriet Martineau. New York, NY: ADALAH Tekanan. ( Pekerjaan asli menerbitkan 1855, New York, NY: Calvin Blanchard, p. 27.)

Ia coined kata[an] "altruism" untuk mengacu pada apa yang ia percaya untuk menjadi kewajiban moral individu untuk melayani (orang) yang lain dan menempatkan minat mereka di atas diri sendiri. Ia menentang;kan [itu] gagasan untuk [hak/ kebenaran] individu, pemeliharaan yang mereka tidaklah konsisten dengan etis diharapkan ini ( Ini ( Catechisme Positiviste).

[Seperti] yang telah menyebutkan, Comte merumuskan hukum tiga langkah-langkah, salah satu [dari] teori yang pertama evolutionism yang sosial: pengembangan manusia itu ( kemajuan sosial) maju dari theological langkah, di mana alam[i] secara dongengan dipahami/dikandung dan orang [laki-laki] mencari penjelasan [dari;ttg] gejala alami dari mahluk hal-hal yang gaib, melalui/sampai metaphysical langkah di mana alam[i] telah membayangkan sebagai hasil mengaburkan kekuatan dan orang [laki-laki] mencari penjelasan [dari;ttg] gejala alami dari [mereka/nya] sampai yang akhir [itu] Positive Langkah di mana semua abstrak dan mengaburkan kekuatan dibuang, dan gejala alami diterangkan oleh hubungan tetap mereka. Kemajuan ini dipaksa melalui/sampai pengembangan pikiran manusia, dan meningkat(kan) aplikasi pikiran, pemikiran dan logika kepada pemahaman dunia.

Di (dalam) Seumur hidup Comte's, pekerjaan nya kadang-kadang dipandang secara skeptis sebab ia telah mengangkat Paham positifisme untuk a agama dan yang telah nama [sen]dirinya Sri Paus Paham positifisme. Ia coined istilah " sosiologi" untuk menandakan ilmu pengetahuan masyarakat yang baru]]. Ia mempunyai lebih awal menggunakan ungkapan [itu], " ilmu fisika sosial," untuk mengacu pada ilmu pengetahuan masyarakat yang positif; tetapi sebab (orang) yang lain, [yang] khususnya Orang statistik Belgia Adolphe Quetelet, dimulai yang telah untuk menggunakan itu memasukkan [adalah] suatu maksud/arti berbeda, Comte merasa[kan kebutuhan [itu] untuk menemukan [itu] pembentukan kata baru, " sosiologi," a hybrid tentang Latin " socius" (" teman") dan Yunani"?????" ( Logo, " Kata[An]").

Comte biasanya dihormati [ketika;seperti] lebih dulu Sarjana sosiologi barat ( Ibn Khaldun setelah didahului dia di (dalam) Timur dengan hampir empat berabad-abad). Penekanan Comte's pada [atas] saling behubungan [dari;ttg] unsur-unsur sosial adalah suatu pertanda [dari;ttg] modern functionalism. Meskipun demikian, [seperti/ketika] dengan (orang) yang lain banyak orang [dari;ttg] Waktu Comte's, unsur-unsur [yang] tertentu [dari;ttg] pekerjaan nya kini dipandang sebagai tak ilmiah dan eksentrik, dan visi agung sosiologi nya [sebagai/ketika] benda hiasan di tengah meja dari semua ilmu pengetahuan belum mengakar.

Penekanan nya pada [atas] suatu kwantitatif, mathematical basis untuk pengambilan keputusan tinggal dengan [kita/kami] hari ini. [Ini] merupakan suatu pondasi bagi dugaan Paham positifisme yang modern, analisa statistik kwantitatif modern, dan pengambilan keputusan bisnis. Uraian nya hubungan siklis yang berlanjut antar[a] teori dan praktek dilihat di sistem bisnis modern Total Manajemen Berkwalitas dan Peningkatan Mutu Berlanjut [di mana/jika] advokat menguraikan suatu siklus teori [yang] berlanjut dan praktek melalui/sampai four-part siklus rencana,, cek, dan bertindak. Di samping pembelaan analisis kuantitatif nya, Comte lihat suatu batas dalam kemampuan nya untuk membantu menjelaskan gejala sosial.



Max Webber




Maximilian Weber (lahir di Erfurt, Jerman, 21 April 1864 – meninggal di München, Jerman, 14 Juni 1920 pada umur 56 tahun) adalah seorang ahli ekonomi politik dan sosiolog dari Jerman yang dianggap sebagai salah satu pendiri ilmu sosiologi dan administrasi negara modern. Karya utamanya berhubungan dengan rasionalisasi dalam sosiologi agama dan pemerintahan, meski ia sering pula menulis di bidang ekonomi. Karyanya yang paling populer adalah esai yang berjudul Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, yang mengawali penelitiannya tentang sosiologi agama. Weber berpendapat bahwa agama adalah salah satu alasan utama bagi perkembangan yang berbeda antara budaya Barat dan Timur. Dalam karyanya yang terkenal lainnya, Politik sebagai Panggilan, Weber mendefinisikan negara sebagai sebuah lembaga yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah definisi yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik Barat modern.
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Sosiologi agama
o 1.1 Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme
+ 1.1.1 Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme
* 2 Referensi
* 3 Lihat pula
* 4 Pranala luar


Karya Weber dalam sosiologi agama bermula dari esai Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme dan berlanjut dengan analisis Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme, Agama India: Sosiologi Hindu dan Buddha, dan Yudaisme Kuno. Karyanya tentang agama-agama lain terhenti oleh kematiannya yang mendadak pada 1920, hingga ia tidak dapat melanjutkan penelitiannya tentang Yudaisme Kuno dengan penelitian-penelitian tentang Mazmur, Kitab Yakub, Yahudi Talmudi, Kekristenan awal dan Islam.

Tiga tema utamanya adalah efek pemikiran agama dalam kegiatan ekonomi, hubungan antara stratifikasi sosial dan pemikiran agama, dan pembedaan karakteristik budaya Barat.

Tujuannya adalah untuk menemukan alasan-alasan mengapa budaya Barat dan Timur berkembang mengikuti jalur yang berbeda. Dalam analisis terhadap temuannya, Weber berpendapat bahwa pemikiran agama Puritan (dan lebih luas lagi, Kristen) memiliki dampak besar dalam perkembangan sistem ekonomi Eropa dan Amerika Serikat, tapi juga mencatat bahwa hal-hal tersebut bukan satu-satunya faktor dalam perkembangan tersebut. Faktor-faktor penting lain yang dicatat oleh Weber termasuk rasionalisme terhadap upaya ilmiah, menggabungkan pengamatan dengan matematika, ilmu tentang pembelajaran dan yurisprudensi, sistematisasi terhadap administrasi pemerintahan dan usaha ekonomi. Pada akhirnya, studi tentang sosiologi agama, menurut Weber, semata-mata hanyalah meneliti meneliti satu fase emansipasi dari magi, yakni "pembebasan dunia dari pesona" ("disenchanment of the world") yang dianggapnya sebagai aspek pembeda yang penting dari budaya Barat.


Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme

Sampul salah satu edisi The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism.

Esai Weber Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme (Die protestantische Ethik und der Geist des Kapitalismus) adalah karyanya yang paling terkenal. Dikatakan bahwa tulisannya ini tidak boleh dipandang sebagai sebuah penelitian mendetail terhadap Protestanisme, melainkan lebih sebagai perkenalan terhadap karya-karya Weber selanjutnya, terutama penelitiannya tentang interaksi antara berbagai gagasan agama dan perilaku ekonomi.

Dalam Etika Protestan dan Semangant Kapitalisme, Weber mengajukan tesis bahwa etika dan pemikiran Puritan mempengaruhi perkembangan kapitalisme. Bakti keagamaan biasanya disertai dengan penolakan terhadap urusan duniawi, termasuk pengejaran ekonomi. Mengapa hal ini tidak terjadi dalam Protestanisme? Weber menjelaskan paradoks tersebut dalam esainya.

Ia mendefinisikan "semangat kapitalisme" sebagai gagasan dan kebiasaan yang mendukung pengejaran yang rasional terhadap keuntungan ekonomi. Weber menunjukkan bahwa semangat seperti itu tidak terbatas pada budaya Barat, apabila dipertimbangkan sebagai sikap individual, tetapi bahwa individu-individu seperti itu -- para wiraswasta yang heroik, begitu Weber menyebut mereka -- tidak dapat dengan sendirinya membangun sebuah tatanan ekonomi yang baru (pelacur). Di antara kecenderungan-kecenderungan yang diidentifikasikan oleh Weber adalah keserakahan akan keuntungan dengan upaya yang minimum, gagasan bahwa kerja adalah kutuk dan beban yang harus dihindari, khususnya apabila hal itu melampaui apa yang secukupnya dibutuhkan untuk hidup yang sederhana. "Agar suatu cara hidup yang teradaptasi dengan baik dengan ciri-ciri khusus kapitalisme," demikian Weber menulis, "dapat mendominasi yang lainnya, hidup itu harus dimulai di suatu tempat, dan bukan dalam diri individu yang terisolasi semata, melainkan sebagai suatu cara hidup yang lazim bagi keseluruhan kelompok manusia."

Setelah mendefinisikan semangat kapitalisme, Weber berpendapat bahwa ada banyak alasan untuk mencari asal-usulnya di dalam gagasan-gagasan keagamaan dari Reformasi. Banyak pengamat seperti William Petty, Montesquieu, Henry Thomas Buckle, John Keats, dan lain-lainnya yang telah berkomentar tentang hubungan yang dekat antara Protestanisme dengan perkembangan semangat perdagangan.

Weber menunjukkan bahwa tipe-tipe Protestanisme tertentu mendukung pengejaran rasional akan keuntungan ekonomi dan aktivitas duniawi yang telah diberikan arti rohani dan moral yang positif. Ini bukanlah tujuan dari ide-ide keagamaan, melainkan lebih merupakan sebuah produk sampingan – logika turunan dari doktrin-doktrin tersebut dan saran yang didasarkan pada pemikiran mereka yang secara langsung dan tidak langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan-diri dalam pengejaran keuntungan ekonomi.

Weber menyatakan dia menghentikan riset tentang Protestanisme karena koleganya Ernst Troeltsch, seorang teolog profesional, telah memulai penulisan buku The Social Teachings of the Christian Churches and Sects. Alasan lainnya adalah esai tersebut telah menyediakan perspektif untuk perbandingan yang luas bagi agama dan masyarakat, yang dilanjutkannya kelak dalam karya-karyanya berikutnya.

Frase "etika kerja" yang digunakan dalam komentar modern adalah turunan dari "etika Protestan" yang dibahas oleh Weber. Istilah ini diambil ketika gagasan tentang etika Protestan digeneralisasikan terhadap orang Jepang, orang Yahudi, dan orang-orang non-Kristen.

Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme


Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme adalah karya besar Weber yang kedua dalam sosiologi agama. Weber memusatkan perhatian pada aspek-aspek dari masyarakat Tiongkok yang berbeda dengan masyarakat Eropa Barat dan khususnya dikontraskan dengan Puritanisme. Weber melontarkan pertanyaan, mengapa kapitalisme tidak berkembang di tiongkok. Dalam Seratus Aliran Pemikiran Masa Peperangan Antar-Negara, ia memusatkan pengkajiannya pada tahap awal sejarah Tiongkok. Pada masa itu aliran-aliran pemikiran Tiongkok yang besar (Konfusianisme dan Taoisme) mengemuka.

Pada tahun 200 SM, negara Tiongkok telah berkembang dari suatu federasi yang kendur dari negara-negara feodal menjadi suatu kekaisaran yang bersatu dengan pemerintahan Patrimonial, sebagaimana digambarkan dalam Masa Peperangan Antar-Negara.

Seperti di Eropa, kota-kota di Tiongkok dibangun sebagai benteng atau tempat tinggal para pemimpinnya, dan merupakan pusat perdagangan dan kerajinan. Namun, mereka tidak pernah mendapatkan otonomi politik, dan para warganya tidak mempunyai hak-hak politik khusus. Ini disebabkan oleh kekuatan ikatan-ikatan kekerabatan, yang muncul dari keyakinan keagamaan terhadap roh-roh leluhur. Selain itu, gilda-gilda saling bersaing memperebutkan perkenan Kaisar, tidak pernah bersatu untuk memperjuangkan lebih banyak haknya. Karenanya, para warga kota-kota di Tiongkok tidak pernah menjadi suatu kelas status terpisah seperti para warga kota Eropa.


Weber membahas pengorganisasian konfederasi awal, sifat-sifat yang unik dari hubungan umat Israel dengan Yahweh, pengaruh agama-agama asing, tipe-tipe ekstasi keagamaan, dan perjuangan para nabi dalam melawan ekstasi dan penyembahan berhala. Ia kemudian menggambarkan masa-masa perpecahan Kerajaan Israel, aspek-aspek sosial dari kenabian di zaman Alkitab, orientasi sosial para nabi, para pemimpin yang sesat dan penganjur perlawanan, ekstasi dan politik, dan etika serta teodisitas (ajaran tentang kebaikan Allah di tengah penderitaan) dari para nabi.

Weber mencatat bahwa Yudaisme tidak hanya melahirkan agama Kristen dan Islam, tetapi juga memainkan peranan penting dalam bangkitnya negara Barat modern, karena pengaruhnya sama pentingnya dengan pengaruh yang diberikan oleh budaya-budaya Helenistik dan Romawi.

Reinhard Bendix, yang meringkas Yudaisme Kuno, menulis bahwa "bebas dari spekulasi magis dan esoterik, diabdikan kepada pengkajian hukum, gigih dalam upaya melakukan apa yang benar di mata Tuhan dalam pengharapan akan masa depan yang lebih baik, para nabi membangun sebuah agama iman yang menempatkan kehidupan sehari-hari manusia di bawah kewajiban-kewajiban yang ditetapkan oleh hukum moral yang telah diberikan Tuhan. Dengan cara ini, Yudaisme kuno ikut membentuk rasionalisme moral dari peradaban Barat."


Emile durkheim



David Émile Durkheim (15 April 1858 - 15 November 1917) dikenal sebagai salah satu pencetus sosiologi modern. Ia mendirikan fakultas sosiologi pertama di sebuah universitas Eropa pada 1895, dan menerbitkan salah satu jurnal pertama yang diabdikan kepada ilmu sosial, L'Année Sociologique pada 1896.


* 1 Biografi
* 2 Teori dan gagasan
* 3 Tentang pendidikan
* 4 Literatur
* 5 Pranala luar

Biografi

Durkheim dilahirkan di Épinal, Prancis, yang terletak di Lorraine. Ia berasal dari keluarga Yahudi Prancis yang saleh - ayah dan kakeknya adalah Rabi. Hidup Durkheim sendiri sama sekali sekular. Malah kebanyakan dari karyanya dimaksudkan untuk membuktikan bahwa fenomena keagamaan berasal dari faktor-faktor sosial dan bukan ilahi. Namun demikian, latar belakang Yahudinya membentuk sosiologinya - banyak mahasiswa dan rekan kerjanya adalah sesama Yahudi, dan seringkali masih berhubungan darah dengannya.

Durkheim adalah mahasiswa yang cepat matang. Ia masuk ke École Normale Supérieure pada 1879. Angkatannya adalah salah satu yang paling cemerlang pada abad ke-19 dan banyak teman sekelasnya, seperti Jean Jaurès dan Henri Bergson kemudian menjadi tokoh besar dalam kehidupan intelektual Prancis. Di ENS Durkheim belajar di bawah Fustel de Coulanges, seorang pakar ilmu klasik, yang berpandangan ilmiah sosial. Pada saat yang sama, ia membaca karya-karya Auguste Comte dan Herbert Spencer. Jadi, Durkheim tertarik dengan pendekatan ilmiah terhadap masyarakat sejak awal kariernya. Ini adalah konflik pertama dari banyak konflik lainnya dengan sistem akademik Prancis, yang tidak mempunyai kurikulum ilmu sosial pada saat itu. Durkheim merasa ilmu-ilmu kemanusiaan tidak menarik. Ia lulus dengan peringkat kedua terakhir dalam angkatannya ketika ia menempuh ujian agrégation – syarat untuk posisi mengajar dalam pengajaran umum – dalam ilmu filsafat pada 1882.

Minat Durkheim dalam fenomena sosial juga didorong oleh politik. Kekalahan Prancis dalam Perang Prancis-Prusia telah memberikan pukulan terhadap pemerintahan republikan yang sekular. Banyak orang menganggap pendekatan Katolik, dan sangat nasionalistik sebagai jalan satu-satunya untuk menghidupkan kembali kekuasaan Prancis yang memudar di daratan Eropa. Durkheim, seorang Yahudi dan sosialis, berada dalam posisi minoritas secara politik, suatu situasi yang membakarnya secara politik. Peristiwa Dreyfus pada 1894 hanya memperkuat sikapnya sebagai seorang aktivis.

Seseorang yang berpandangan seperti Durkheim tidak mungkin memperoleh pengangkatan akademik yang penting di Paris, dan karena itu setelah belajar sosiologi selama setahun di Jerman, ia pergi ke Bordeaux pada 1887, yang saat itu baru saja membuka pusat pendidikan guru yang pertama di Prancis. Di sana ia mengajar pedagogi dan ilmu-ilmu sosial (suatu posisi baru di Prancis). Dari posisi ini Durkheim memperbarui sistem sekolah Prancis dan memperkenalkan studi ilmu-ilmu sosial dalam kurikulumnya. Kembali, kecenderungannya untuk mereduksi moralitas dan agama ke dalam fakta sosial semata-mata membuat ia banyak dikritik.

Tahun 1890-an adalah masa kreatif Durkheim. Pada 1893 ia menerbitkan “Pembagian Kerja dalam Masyarakat”, pernyataan dasariahnya tentang hakikat masyarakat manusia dan perkembangannya. Pada 1895 ia menerbitkan “Aturan-aturan Metode Sosiologis”, sebuah manifesto yang menyatakan apakah sosiologi itu dan bagaimana ia harus dilakukan. Ia pun mendirikan Jurusan Sosiologi pertama di Eropa di Universitas Bourdeaux. Pada 1896 ia menerbitkan jurnal L'Année Sociologique untuk menerbitkan dan mempublikasikan tulisan-tulisan dari kelompok yang kian bertambah dari mahasiswa dan rekan (ini adalah sebutan yang digunakan untuk kelompok mahasiswa yang mengembangkan program sosiologinya). Dan akhirnya, pada 1897, ia menerbitkan “Bunuh Diri”, sebuah studi kasus yang memberikan contoh tentang bagaimana bentuk sebuah monograf sosiologi.

Pada 1902 Durkheim akhirnya mencapai tujuannya untuk memperoleh kedudukan terhormat di Paris ketika ia menjadi profesor di Sorbonne. Karena universitas-universitas Prancis secara teknis adalah lembaga-lembaga untuk mendidik guru-guru untuk sekolah menengah, posisi ini memberikan Durkheim pengaruh yang cukup besar – kuliah-kuliahnya wajib diambil oleh seluruh mahasiswa. Apapun pendapat orang, pada masa setelah Peristiwa Dreyfus, untuk mendapatkan pengangkatan politik, Durkheim memperkuat kekuasaan kelembagaannya pada 1912 ketika ia secara permanen diberikan kursi dan mengubah namanya menjadi kursi pendidikan dan sosiologi. Pada tahun itu pula ia menerbitkan karya besarnya yang terakhir “Bentuk-bentuk Elementer dari Kehidupan Keagamaan”.

Perang Dunia I mengakibatkan pengaruh yang tragis terhadap hidup Durkheim. Pandangan kiri Durkheim selalu patriotik dan bukan internasionalis – ia mengusahakan bentuk kehidupan Prancis yang sekular, rasional. Tetapi datangnya perang dan propaganda nasionalis yang tidak terhindari yang muncul sesudah itu membuatnya sulit untuk mempertahankan posisinya. Sementara Durkheim giat mendukung negarainya dalam perang, rasa enggannya untuk tunduk kepada semangat nasionalis yang sederhana (ditambah dengan latar belakang Yahudinya) membuat ia sasaran yang wajar dari golongan kanan Prancis yang kini berkembang. Yang lebih parah lagi, generasi mahasiswa yang telah dididik Durkheim kini dikenai wajib militer, dan banyak dari mereka yang tewas ketika Prancis bertahan mati-matian. Akhirnya, René, anak laki-laki Durkheim sendiri tewas dalam perang – sebuah pukulan mental yang tidak pernah teratasi oleh Durkheim. Selain sangat terpukul emosinya, Durkheim juga terlalu lelah bekerja, sehingga akhirnya ia terkena serangan lumpuh dan meninggal pada 1917.


Teori dan gagasan

Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer Durkheim adalah salah satu orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat – suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme.

Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari seluruh bagiannya. Jadi berbeda dengan rekan sezamannya, Max Weber, ia memusatkan perhatian bukan kepada apa yang memotivasi tindakan-tindakan dari setiap pribadi (individualisme metodologis), melainkan lebih kepada penelitian terhadap "fakta-fakta sosial", istilah yang diciptakannya untuk menggambarkan fenomena yang ada dengan sendirinya dan yang tidak terikat kepada tindakan individu. Ia berpendapat bahwa fakta sosial mempunyai keberadaan yang independen yang lebih besar dan lebih objektif daripada tindakan-tindakan individu yang membentuk masyarakat dan hanya dapat dijelaskan melalui fakta-fakta sosial lainnya daripada, misalnya, melalui adaptasi masyarakat terhadap iklim atau situasi ekologis tertentu.

Dalam bukunya “Pembagian Kerja dalam Masyarakat” (1893), Durkheim meneliti bagaimana tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat. Ia memusatkan perhatian pada pembagian kerja, dan meneliti bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat tradisional dan masyarakat modern[1]. Para penulis sebelum dia seperti Herbert Spencer dan Ferdinand Toennies berpendapat bahwa masyarakat berevolusi mirip dengan organisme hidup, bergerak dari sebuah keadaan yang sederhana kepada yang lebih kompleks yang mirip dengan cara kerja mesin-mesin yang rumit. Durkheim membalikkan rumusan ini, sambil menambahkan teorinya kepada kumpulan teori yang terus berkembang mengenai kemajuan sosial, evolusionisme sosial, dan darwinisme sosial. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat ‘mekanis’ dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual – norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.

Dalam masyarakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang ‘mekanis’, misalnya, para petani gurem hidup dalam masyarakat yang swa-sembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang 'organik', para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu (bahan makanan, pakaian, dll) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini, demikian Durkheim, ialah bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif – seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.

Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hokum seringkali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organic, hukum bersifat restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks.

Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku. Durkheim menamai keadaan ini anomie. Dari keadaan anomie muncullah segala bentuk perilaku menyimpang, dan yang paling menonjol adalah bunuh diri.

Durkheim belakangan mengembangkan konsep tentang anomie dalam "Bunuh Diri", yang diterbitkannya pada 1897. Dalam bukunya ini, ia meneliti berbagai tingkat bunuh diri di antara orang-orang Protestan dan Katolik, dan menjelaskan bahwa kontrol sosial yang lebih tinggi di antara orang Katolik menghasilkan tingkat bunuh diri yang lebih rendah. Menurut Durkheim, orang mempunyai suatu tingkat keterikatan tertentu terhadap kelompok-kelompok mereka, yang disebutnya integrasi sosial. Tingkat integrasi sosial yang secara abnormal tinggi atau rendah dapat menghasilkan bertambahnya tingkat bunuh diri: tingkat yang rendah menghasilkan hal ini karena rendahnya integrasi sosial menghasilkan masyarakat yang tidak terorganisasi, menyebabkan orang melakukan bunuh diri sebagai upaya terakhir, sementara tingkat yang tinggi menyebabkan orang bunuh diri agar mereka tidak menjadi beban bagi masyarakat. Menurut Durkheim, masyarakat Katolik mempunyai tingkat integrasi yang normal, sementara masyarakat Protestan mempunyai tingat yang rendah. Karya ini telah mempengaruhi para penganjur teori kontrol, dan seringkali disebut sebagai studi sosiologis yang klasik.

Akhirnya, Durkheim diingat orang karena karyanya tentang masyarakat 'primitif' (artinya, non Barat) dalam buku-bukunya seperti "Bentuk-bentuk Elementer dari Kehidupan Agama" (1912) dan esainya "Klasifikasi Primitif" yang ditulisnya bersama Marcel Mauss. Kedua karya ini meneliti peranan yang dimainkan oleh agama dan mitologi dalam membentuk pandangan dunia dan kepribadian manusia dalam masyarakat-masyarakat yang sangat 'mekanis' (meminjam ungkapan Durkheim)

Tentang pendidikan

Durkheim juga sangat tertarik akan pendidikan. Hal ini sebagian karena ia secara profesional dipekerjakan untuk melatih guru, dan ia menggunakan kemampuannya untuk menciptakan kurikulum untuk mengembangkan tujuan-tujuannya untuk membuat sosiologi diajarkan seluas mungkin. Lebih luas lagi, Durkheim juga tertarik pada bagaimana pendidikan dapat digunakan untuk memberikan kepada warga Prancis semacam latar belakang sekular bersama yang dibutuhkan untuk mencegah anomi (keadaan tanpa hukum) dalam masyarakat modern. Dengan tujuan inilah ia mengusulkan pembentukan kelompok-kelompok profesional yang berfungsi sebagai sumber solidaritas bagi orang-orang dewasa.

Durkheim berpendapat bahwa pendidikan mempunyai banyak fungsi:

1) Memperkuat solidaritas sosial

* Sejarah: belajar tentang orang-orang yang melakukan hal-hal yang baik bagi banyak orang membuat seorang individu merasa tidak berarti.
* Menyatakan kesetiaan: membuat individu merasa bagian dari kelompok dan dengan demikian akan mengurangi kecenderungan untuk melanggar peraturan.

2) Mempertahankan peranan sosial

* Sekolah adalah masyarakat dalam bentuk miniatur. Sekolah mempunyai hierarkhi, aturan, tuntutan yang sama dengan "dunia luar". Sekolah mendidik orang muda untuk memenuhi berbagai peranan.

3) Mempertahankan pembagian kerja.

* Membagi-bagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecakapan. Mengajar siswa untuk mencari pekerjaan sesuai dengan kecakapan mereka